Kamis, 29 November 2018

Ibu Pekerja Dalam Pandangan Islam



Ibu adalah salah satu subjek yang menarik untuk dibahas. Menggali kisah seorang ibu tentu sangat luas bahkan tiada henti. Kiprah seorang ibu bukan hal yang sepele, karena dari seorang ibu terlahir generasi penerus negeri. Setiap Ibu memiliki keunikan dalam melakukan perannya.

Sebagai seorang Ibu pekerja, sering kali menghadapi situasi yang penuh dengan dilema. Benturan dalam rumah tangga maupun di lingkungan instansi kerja tentu menjadi warna tersendiri. Seorang Ibu pekerja memiliki dua dunia yang berbeda, dimana keduanya tidak bisa dicampur aduk.

Kali ini saya ingin menuliskan hasil wawancara saya dengan seorang Doktor yang berprofesi sebagai dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila Bandar Lampung. Saya lebih suka memanggil Ustadz Heru karena selain menjadi dosen beliau adalah ustadz dengan ilmu yang sangat mumpuni.

Wawancara saya bukan tentang ekonomi atau terkait hal akademi. Tetapi kali ini saya ingin wawancara dengan beliau sebagai seorang ustadz. Masih berkaitan dengan tema Ibu yang saya angkat di awal tulisan ini. Obrolan atau wawancara ini bertema tentang Ibu pekerja dalam pandangan Islam.

Baiklah saya akan tuliskan hasil wawancara saya sore tadi dengan beliau :

Menurut Ustadz bagaimana pandangan Islam terhadap Ibu pekerja?
Dalam Islam sendiri sudah jelas tentang hukum wanita atau Ibu bekerja seperti apa. Ibu bekerja ada dua hal yang perlu di perhatikan:

Pertama adalah kondisi normal. Normal disini artinya adalah seorang Ibu dengan seorang suami yang bekerja dan mencari nafkah memenuhi semua kebutuhan keluarga. Dalam kondisi ini sebaik-baik profesi Ibu adalah menjaga anak-anak dan harta suaminya. Hal ini tercantum dalam Shohih Buchori no hadist 893, 2409, 2558, 2751, 518
8, dan 5200.

Kedua adalah kondisi tidak normal. Kondisi ini misalkan seorang ibu tunggal karena suaminya meninggal, atau cerai. Seorang Ibu tunggal boleh bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Hal ini di perbolehkan daripada Ibu tersebut meminta-minta. Karena dalam islam meminta-minta itu adalah hina sedangkan bekerja itu mulia.

Namun, jika Ibu tunggal tersebut memiliki harta warisan yang cukup untuk biaya kehidupan maka sebaiknya tidak bekerja. Lebih baik mengelola apa yang ditinggalkan oleh suami agar cukup untuk kehidupan. Atau jika menjadi Ibu tunggal karena perceraian dan mantan istri masih mencukupi kebutuhan anak-anak dan mantan istrinya, maka dilarang bagi ibu tersebut untuk bekerja.


Fenomena yang ada saat ini banyak Ibu pekerja padahal mereka jelas memiliki suami. Bagaimana, apakah hal tersebut menjadi haram, makruh, atau halal?

Melihat fenomena yang terjadi saat ini memang jauh berbeda dengan apa yang saya terangkan di atas. Dalam situasi demikian tentu harus ada alasan yang dapat dipertanggung jawabkan kelak di akherat. Jika memilki suami tetapi tetap bekerja dengan niat membantu suami maka diperbolehkan. Tetapi bukan berniat untuk menafkahi keluarga, karena tugas menafkahi adalah kewajiban suami. selain itu izin dari suami tentu menjadi hal utama yang paling penting. Karena izin dari suami adalah keridhoan suami, salah satu syarat masuk surga dalah keridhoan suami. maka ketaatan istri kepada suami ini penting.

Selain niat dan izin dari suami, seorang Ibu yang memutuskan untuk bekerja tidak boleh lalai akan kewajibannya terhadap keluarga. Tugas utama seorang Ibu di rumah tidak boleh terabaikan, karena itu merupakan tugas utama, sedangkan karier adalah tugas sampingan.

Jika ada hak keluarga yang terabaikan, maka ada alasan yang kelak akan menjadi pertanggung jawaban di akherat. Seharusnya ketika Ibu bekerja diluar rumah dapat memberikan manfaat kebaikan yang sama besarnya dengan kebaikannya di rumah. Dalam artian ketika lalai dengan kewajiban dirumah akan menjadi dosa, dan ada alasan kerja nya di luar rumah pun memberi kebaikan atau pahala yang lebih besar dari kewajiban di rumah.

Islam sendiri tidak menyebut dengan kerja tetapi amal yg di dalamnya terkandung  nilai-nilai iibadah. Kerja identik berkaitan dengan upah atau uang. Sedangkan kata amal lebih kepada makna kebaikan, pahala dan terpenting barokah termasuk di dalamnya upah. Ibadah mencakup semua aspek hasil dari amal kebaikan.

Oleh karena itu menurut ustadz Heru seorang wanita yang bekerja diawali dengan niat yang benar dulu baru menghasilkan sebuah hukum dalam islam. Ketika niatnya mencari nafkah sedangkan suami mencukupi kebutuhan maka ini hukumnya haram.

Ibu bekerja diniatkan untuk ibadah membawa manfaat bagi orang lain termasuk keluarga di dalamnya tanpa mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu maka ini boleh.



Adakah rambu-rambu bagi ibu pekerja yang harus diperhatikan ustadz?

Rambu-rambu bagi Ibu pekerja tentu ada dan ini wajib untuk menjadi sebuah pegangan dalam bekerja.

1. Niat
Kembali kepada niat yang sudah dijelaskan oleh ustadz diawal tadi. Harus diniatkan untuk ibadah. Jika niat bekerja hanya karena unag maka yang di dapat hanya uang saja tanpa pahala kenaika dan kebarokahan dari pekerjaannya. Oleh karena itu janagn lupa niatkan untuk Ibadah.

2. Syariat
Pekerjaan yang dipilih hendaknya sesuai syariat, atau norma-norma sosial dalam masyarakat. Jika menimbulkan keburukan maka tinggalkan, contoh jika pekerjaan ini merugikan orang lain seperti rentenir, pelacur, maka harus ditinggalkan karena ini haram.

3. Akhlak
Ibu pekerja harus memiliki akhlak yang baik. Akhlak ini berkaitan dengan cerminan diri seorang Ibu. Seseorang yang akhlaqnya baik maka keyakinannya kuat dan kepribadiannya baik. Contoh memiliki akhlaq yang baik adalah tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak sesuai syariat. Misalkan jika di tempat bekerja dandan menor, centil, sehingga menimbulkan fitnah dengan lawan jenis.

Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang penulis diskusikan dengan ustadz Heru. Sangat mengisnpirasi saya sebagai penulis dan juga Ibu pekerja. Sehingga menjadi sebuah refleksi diri dan evaluasi sudah luruskah niat saya menjadi ibu pekerja.

Adapun pesan yang di sampaikan Oleh ustadz heru “ Setiap Ibu pekerja harus bisa mempertanggung jawabkan pekerjaannya kelak di akherat. Oleh karena itu carilah alasan terbaik kelak ketika di tanya kenapa bekerja.

Pekerjaan yang baik dalah yang akan membawa banyak pahala di akherat. Dimana pekerjaan tersebut membawa dampak baik bagi orang lain. seperti penulis, menulislah hal-hal baik dan menginspirasi orang. Sehingga setiap tulisan yang dibaca orang akan mendapat kebaikan dan manfaat sehingga bisa menjadi salah satu jalan pahala di akherat kelak.

Kerja dengan niat ibadah saja tidak cukup tetapi harus ada pembuktian. Buktikanlah dengan ucapan dan perbuatan. Lakukan setiap pekerjaan dengan baik, dan ikhlas sesuai dengan niat Ibadah bukan sekedar upah.

Demikian hasil wawancara dengan ustad Heru Wahyudi. Rasanya tidak habis-habis ingin bertanya dengan beliau. Wawasan yang luas cara bicara yang menyenangkan tanpa usur menggurui membuat saya betah berdiskusi dengan beliau.

Rabu, 28 November 2018

Resensi Buku Modern Islamic Parenting



Judul buku : Modern Islamic Parenting

Penulis : DR. Hasan Syamsi

Tahun Terbit : April 2017

Penerbit : PQS Media Group

Jumlah halaman : 312 hlm

ISBN : 978-602-1243



Mendidik Anak di Era Digital Menuntut Kreatifitas Orangtua

Kemajuan teknologi setiap harinya selalu berkembang, hal yang tak dapat dihindari dan dicegah. Kemajuan teknologi ini sangat berpengaruh terhadap prilaku seseorang terutama anak-anak yang belum paham akan benar dan salah.

Era digital, zaman modern sangat mempengaruhi perkembangan sebuah negara dari bebagai sisi. Demikian juga dengan pendidikan anak baik dirumah, disekolah terutama di lingkungan. Bisa dikatakan kemajuan teknologi ini adalah salah satu tantangan tersendiri bagi orangtua . Karena mendampingi anak pada era digital bukan lah hal yang mudah. Banyak hal yang menjadi ujian dalam menerapkan pendidikan.

Ketika orangtua sibuk bekerja anak-anak lebih banyak berada dilingkungan luar rumah, maka yang ada adalah pendidikan yang tak seimbang. Pengawasan terhadap tumbuh kembang dan juga pola pergaulan anak akan semakin longgar dengan alasan kemajuan zaman. Ayah sibuk bekerja dengan dalih kebutuhan hidup semakin meningkat. Tanggung jawab mendidik anak adalah terletak di pundak kedua orang tua secara bersama. Seorang istri tidak sekedar mempersilahkan suaminya sekedar membantu dalam mendidik anaknya, tetapi juga mendorongnya untuk menjalankan peran ini dan menyiapkan segala hal untuk mempermudahnya. (hal. 19)

Peran ibu dalam mendidik anak adalah utama, tetapi peran ayah juga menjadi sebuah keharusan. Oleh karena itu kerja sama kedua orang tua harus seiya sekata. Seorang ibu harus mencontohkan menghormati ayah sebagai kepala keluarga, menjadikan ayah sebagai tokoh utama yang memiliki pengaruh besar dalam diri mereka. Ia Berkata pada anaknya, “ Pegang teguh akhlak ini karena akhlak ini membuat ayahmu senang, dan jauhi akhlak itu karena membuat ayahmu marah.” Saat itu anak merasakan keagungan akhlak sang ayah. (hal.27)

Kondisi lain yang sering kita jumpai di zaman modern ini adalah hadirnya pembantu atau asisten rumah tangga di tengah keluarga. Seolah kehadiran mereka menjadi sebuah keharusan bahkan menggantikan peran orangtua dalam mendidik anak-anak. Segala kebutuhan anak dipenuhi oleh pembantu dari bangun tidur hingga tidur lagi hanya pembantu yang melayani mereka. Kemajuan peradapan tidak mungkin dicapai dengan menjamin kesejahteraan dan menyediakan pembantu. Kemajuan peradapan merupakan hasil pendidikan yag sadar dan dipelajari. Hal ini tidak bisa diperankan oleh pembantu yang pada umumnya buta huruf, apalagi jika menganut agama dan tradisi yang berbeda. Ia akan menanamkan apapun yang ia inginkan di dalam otak anak-anak kita. ( hal 47)

Menjadi orang tua maka harus siap mendampingi anak-anak dengan berbagai situasi yang diahadapi mereka. untuk mengetahu kondisi mereka maka biasakan diri untuk mendengarkan keluha kesah, atau sekedar cerita tentang aktivitas mereka. Jangan hanya mendengar dengan telinga, tapi dengan sepenuh tubuh anda. Hentikan pekerjaan yang sedang anda lakukan. ( hal.75)

Buku Modern Islamic Parenting yang ditulis oleh DR Hasan Syamsi ini mengajak orangtua memahami pentingnya mendidik anak-anak dengan cinta kasih sayang. Menghadirkan peran orang tua adalah pokok dalam pendidikan anak. Buku dengantebal 312 halaman ini mengupas tuntas tentang pendidikan metode nabi di zaman modern ini.

Ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami dan tidak terlalu banyak menghadirkan dalil dan hadist yang kadang terkesan berat untuk dijabarkan. Berisi lengkap dengan contoh-contoh yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini menjadi pilihan yang tepat untuk para orang tua belajar mendidik metode nabi. Nilai lebih dari buku ini adalah sudah di aplikasikan oleh penulis dalam mendidik anak-anak.

Menjadi Artis Drama Rumah Tangga







Judul : Drama Rumah Tangga

Penulis : Wulan Darmanto

Tahun terbit : 2016

Penerbit : Kinimedia

Jumlah Halaman : 228 hal

ISBN : 978-602-60268-0-4



Membahas rumah tangga itu selalu menjadi topik seru, laksana membicarakan drama korea yang selalu menarik. Memang sebuah rumah tangga itu memiliki kisah yang berbeda, wajar kalau menjadi menarik untuk di bicarakan. Dibicarakan dalam arti yang positif tentunya. Misalkan berbagi pengalaman, untuk saling menguatkan, bahkan mencari solusi terhadap sebuah permasalahan.

Setiap manusia baik laki-laki ataupun wanita pasti memiliki impian rumah tangga bahagia. Terutama bagi yang belum pernah berumah tangga, yang ada dalam angan-angan hidup dengan orang yang dicintai itu indah bak taman surga. Sama, saya juga dulu begitu berpikir indah nian.

Impian itu memang selalu lebih indah dari kenyataan, tapi bukan berarti mustahil untuk menjadi indah secara nyata tentunya. Untuk mewujudkan impian yang indah memang tak mudah, perlu drama-drama yang membutuhkan energi luar biasa. Dalam drama tersebut kita adalah Artisnya. Mau menjadi peran antagonis atau protaginis tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Tapi... tentu tidak semua indah ya. Selain bisa diandalkan, terkadang tinggal serumah bersama mertua juga bisa makan hati. Dan rupanya hal tidak mengenakan ini yang justru paling diingat dan paling banyak dibahas. Membuat kalimat “ numpang di rumah mertua” terasa jauh lebih horor dari film Tali Pocong Perawan..(hal.16)

Episode pertama dalam rumah tangga biasanya memang diawali tinggal dengan mertua. Menyikapi drama dengan mertua yang lebih sering berperan antagonis di mata menantu. Seharusnya tidak demikian ya, jika menantu mau berperan protagonis dengan belajar bersabar dan beradaptasi dengan situasi. Karena bagaimanapun kita adalah orang baru yang dibesarkan di lingkungan dan karakter yang berbeda, manusiawi sekali jika tidak bisa langsung klik dengan mertua.

Nah..jika kita menghadapi ipar dengan karakter sulit, manalah pula suka menggunjing kitadi belakang, dan tidak bisa diajak kompromi. Ini saat-saatnya kita bersikap tegas dan memantapkan posisi. (hal.29)

Semua yang tampak indah seolah berubah drastis kala kita sah menjadi sepasang suami istri. Dari hal sepele diawali kebiasaan suami yang bikin naik darah, kemudian benturan dengan mertua dan ipar tentu membuang energi habis-habisan.

Lalu ketika ketahuan bahwa masakan kita tidak enak, menguar sudah kelebihan yang lain. tertutup dengan predikat “tidak pandai memasak”. (hal.35)

Setinggi apapun pendidikan kita rasanya runtuh sudah kepercayaan diri ketika satu persatu kekurangan menjadi title baru kita. Rasanya harga diri jatuh ke dasar jurang terdalam. Belum lagi ketika ada ultimatum dari suami untuk berhenti bekerja, dilema paling berat seorang istri. Tidak taat pada suami akan berdosa, taat maka harus menghabiskan waktu di rumah. Saat kumpul dengan teman rasanya jadi minder, kumpul dengan ipar makin rendah diri. Seharusnya tidak demikian, karena ketakutan muncul justru belum dijalani. Ketika dijalani dan benar-benar mempersiapkan diri semua akan indah.

Wulan Darmanto dalam bukunya yang berjudul Drama Rumah Tangga membahas dengan gamblang masalah-masalah yang lazim ditemui dalam rumah tangga. Dikupas tuntas dengan manis, ringan menarik dan membuat pembacanya hanyut menikmati setiap kisahnya.

Dalam setiap bab diselipkan kisah-kisah nyata yang terjadi di sekitar penulis. Buku ini bisa dikatakan kumpulan kisah permasalah rumah tangga. Bukan sekedar kisah yang tertuang dalam tulisan namun, ada solusi untuk setiap masalah tersebut. Pasang surutnya rumah tangga menjadi sangat unik ketika dikupas satu persatu. Solusi-solusi yang sederhana menjadi pilihan dalam buku ini.

Bagi saya membaca buku ini seperti napak tilas perjalanan rumah tangga. Diawali dari masa pengantin baru yang banyak surprise dari suami kadang airmata menjadi pelampiasan. Tapi saat membaca tidak lagi menangis, tersenyum manis sambil berkata “iya betul banget nih, aku mengalaminya.”

Bagi mereka yang baru berumah tangga cocok banget membaca buku ini. Setidaknya jika masih dalam situasi yang rumit mungkin solusi-solusi sederhana dalam buku ini dapat diterapkan. Namun, setiap rumah tangga memiliki drama yang berbeda lo. Jangan menjadikan buku ini sebagai patokan. Bisa dikatakan apa yang tertulis dalam buku adalah secuil permasalah baru secuil ya. Karena hidup rumah tangga itu porsesnya seumur hidup, maka ujian-ujian juga mewarnai sepanjang perjalanan rumah tangga.

#ODOP_6

#NonFiksi

Meneladani Kisah Anak Yatim







Judul buku : Mereka Yatim Tapi Menjadi Orang Besar

Penulis : Dr. Abdullah Al-Luhaidan

Dr. Abdullah Al-Muthawwi’

Tahun Terbit : 2013

Penerbit : Kiswah Media

Jumlah halaman : 128 hlm

ISBN : 978-602-9176-35-3

Anak yatim adalah anak yang kehilangan Ayahnya sebelum mancapai masa baligh atau malah belum dilahirkan dalam arti masih dalam kandungan. Dalam Islam sendiri anak yatim memiliki porsi tersendiri yang sangat menjaga hak-hak mereka. hal tersebut jelas terdapat dalam al-qur’an.

Jaminan Islam kepada anak yatim untuk mendapatkan hak-haknya sudah jelas tercantum dalam alquran:

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala(neraka).” (An-Nisa’[4]:10)

Bukti yang paling menonjol dapat dilihat dari perintah dan penegasan Islam untuk memperhatikan dan menyayangi anak yatim, agar ia tidak merasa kekurangan dibandingkan anak-anak lain di dalam masyarakat. Karena jika mereka merasakan itu, ia akan hancur dan menjadi sosok pribadi yang keropos di dalam masyarakat Islam. (hal.29)

Anak yatim membutuhkan perhatian bukan hanya dalam hal materi namun juga secara psikologis. Hal ini tentu sangat penting agar mereka menjadi pribadi yang tangguh, kokoh, mandiri, dan sukses di kemudian hari. Motivasi, nasehat dan juga dukungan sangat dibutuhkan oleh anak yatim.

Anak yatim, kekurangan kasih sayang dari orang tua, karena kepergian sang ayah maka tanggung jawab mencari nafkah jatuh kepada ibu. Wajar saja jika mereka merasa kekurangan kasih sayang dibandingkan mereka yang memiliki orang tua lengkap. Perhatian dan kasih sayang dari orang-orang disekitar akan sangat membantu tumbuh kembang anak.

Seorang anak yatim memiliki tanggung jawab sejak kecil, sering melakukan pekerjaan yang tidak dilakukan oleh anak-anak lainnya dan ini memberikan kelebihan yang tidak dimiliki anak lain yang belum terbiasa mengemban tanggung jawab di masa kecilnya.(hal.49)

Buku Mereka Yatim Tapi Jadi Orang Besar yang ditulis oleh Dr. Abdullah Al-Luhaidan dan Dr. Abdullah Al-Muthawwi’ menjelaskan anak yatim adalah anak luar biasa. Menjelaskan secara detil tentang jaminan dan hak anak yatim menurut Islam. Banyak nasehat bagi anak yatim yang memiliki potensi menjadi besar. Pahitnya kehidupan, tugas dan tanggung jawab berat yang kadang membuat mereka lelah justru menjadi pengalaman yang akan membuat mereka tangguh.

Dalam buku ini sangat menginspirasi karena ada 20 biografi anak yatim yang menjadi ulama besar saat dewasa. Biografi ditulis secara singkat namun menceritakan perjuangan yang tidak mudah untuk menjadi orang yang besar. Di tulis dalam bahasa yang ringan dan inspiratif sehingga menjadi motivator bagi anak yatim.

Membaca buku ini sangat mudah dipahami ditambah dalil dan dasar hukum yang jelas dalam setiap menguraikan hukum islam. Sehingga membuat pembaca mengerti dasar hukumnya tanpa perlu mencari dari al-Qur’an atau sumber lain. Bahasa sangat simpel mudah dicari insisari dari ceritanya. Sangat di rekomedasikan bagi anak yatim untuk membaca buku ini, agar mereka optimis menjalai kehidupan. Setiap ujian akan berakhir dengan indah.

Selasa, 27 November 2018

Resensi Buku Muslimah Cantik Cerdas di Dapur




Judul buku : Muslimah Cantik Cerdas di Dapur
Penulis : Ar-Rayyan Dwi Andini
Tahun Terbit :  2012
Penerbit : Pro-U Media
Jumlah halaman : 164 hlm
ISBN : 979-1273-83-X

Kemajuan zaman saat ini, di mana wanita berperan aktif memajukan negeri tercinta. Kiprah wanita hampir di semua lini pemerintahan tentu menjadi hal yang sangat positif. Setiap wanita berlomba-lomba belajar untuk meraih cita-cita. Sejak kecil akrab dengan buku, laptop dan berbagai perelengkapan belajar. Semua orangtua mendukung penuh kegiatan belajar di bangku sekolah hingga universitas. 

Peran wanita di luar rumah menjadi sangat menarik, dan sangat asik. Ketika masih sendiri belum membangun keluarga tentu tidak masalah. Namun ketika sudah memasuki masa membangun rumah tangga mereka memiliki kecemasan tersendiri. Mereka cemas karena tidak terbiasa melakukan aktivitas di dapur atau tidak bisa memasak. 

Setelah menikah, istri baru tersadar bahwa keluarga yang baru saja dibentuk dan dibina itu membutuhkan makan. Walhasil setiap hari ia menelpon sang bunda untuk bertanya resep masakan dan cara membuatnya. Setelah diberi tahu, ternyata, tidak mudah untuk langsung di praktikan. (hal.7)
Bagaimana mungkin kita meremehkan dapur sebagai tempat pengolahan makanan jika petunjuk Allah dalam Al-Qur’an begitu rinci? Mengapa kita malas belajar ilmu makanan dan perdapuran? Bagaimana bisa kita sebagai Muslimah menjauhi dapur? (hal.17)

Setelah galau tidak terbiasa beraktivitas di dapur, bukannya semakin semangat belajar akrab dengan dapur. Fenomena yang ada para muslimah yang berkarier di luar rumah memilih membayar asisten rumah tangga atau pembantu. Miris sekali bukan, beralasan sibuk, tidak bisa masak, dan berbagai alasan klise lainnya. Akhirnya menu makanan terserah pembantu yang mengatur, atau sang nyonya yang membuat menu yang masak sepenuhnya dalah pembantu. Wajar saja jika anak lebih suka makanan yang dimasak oleh pembantu dari pada masakan sang Ibu. Seharusnya hal demikian bikin sedih ya, kalau biasa saja sungguh rasanya aneh. 

Memasak sendiri makanan untuk anggota keluarga adalah salah satu bukti cinta kita kepada anggota keluarga. Bukankah masakan tersebut dimasak dengan cinta agar anggota keluarga sehat, kebutuhan nutrisinya terpenuhi. Kalau yang masak pembantu tujuannya menyelesaikan tugas saja bukan. Dari niat awal memasak saja sudah jauh berbeda, biisa jadi hasilnya juga berbeda. 

Kita harus benar-benar yakin bahwa makanan yang dikonsumsi keluarga adalah makanan yang halal, higiene, berkualitas, bernutrisi, dan pas dengan lidah keluarga. (hal.42)

Makanan yang ingin kita sajikan tentu dengan kualitas terbaik dari berbagai sisi. Oleh keran itu sudah semestinya seorang muslimah semakin akrab dengan dapur dan bahan makanan. Agar mahir di dapur harus betah berada di dapur, ngoprek isi dapur mengeksplorasi bahan makanan menjadi menu makan yang lezat. 

Memang tidak semua perempuan suka berada di dapur. Namun, bukan masalah suka atau tidak suka. Ini soal kewajiban. Sebenarnya yang membuat orang kita nyaman berada di dapur adalahh suasana hatikita sendiri. Kita tidak bisa menyalahkan dapurnya, pekerjaannya, atau menyalahkan orang lain. Diri kitalah yang membuat yang harus membuat dapur itu nyaman.  Rasa nyaman itu relatif dan sangat individual. Dapur orang lain, walaupun terlihat lebih bagus, belum tentu nyaman untuk kita. Untuk itulah, ciptakan dapur yang nyaman menurut versi kita sendiri. ( hal.55) 

Buku Muslimah Cantik Cerdas di Dapur yang ditulis oleh Ar-Royyan Dwi Andini mengajak para muslimah agar akrab dengan dapur. Mengupas tuntas tentang pentingnya Muslimah mengenal ilmu memasak, mengenal bahan makanan, dan betapa banyak manfaat memasak bagi keluarga.  Buku yang tidak terlalu tebal yaitu 162 halaman ini mengupas tentang bagaimana cara agar muslimah akrab dengan dapur dan cerdas memanfaatkan dapur sehingga dapat menyajikan makanan yang berkualitas untuk anggota keluarga. 

Ditulis dengan bahasa yang ringan, alur yang jelas, tata bahasa sederhana sehingga sangat nyaman untuk di baca dan mudah dipahami. Membahas dengan simpel hal-hal yang seringkali terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam buku ini juga dilengkapi dengan tips agar betah berada di dapur, selain dapur yang cantik yang masak juga harus cantik. Dilengkapi dengan resep-resep simpel yang tentu akan sangat bermanfaat bagi mereka yang baru belajar mengenal dapur. 

Menurut saya ketika awal membaca buku sempat kurang menarik, karena di awal buku yang saya temui justru banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an tanpa disertai penjelasan singkat. Kalau saya lebih suka ayat-ayat tersebut di masukan dalam bab yang berkaitan dengan ayat tersebut jadi lebih jelas dan nyaman. Kembali lagi kepada kenyaaman sang pembaca ya, tetapi ketika berlanjut ke bab selanjutanya lebih jelas mudah dipahami.

Ibu Pekerja Dalam Pandangan Islam

Ibu adalah salah satu subjek yang menarik untuk dibahas. Menggali kisah seorang ibu tentu sangat luas bahkan tiada henti. Kiprah s...