Kamis, 29 November 2018

Ibu Pekerja Dalam Pandangan Islam



Ibu adalah salah satu subjek yang menarik untuk dibahas. Menggali kisah seorang ibu tentu sangat luas bahkan tiada henti. Kiprah seorang ibu bukan hal yang sepele, karena dari seorang ibu terlahir generasi penerus negeri. Setiap Ibu memiliki keunikan dalam melakukan perannya.

Sebagai seorang Ibu pekerja, sering kali menghadapi situasi yang penuh dengan dilema. Benturan dalam rumah tangga maupun di lingkungan instansi kerja tentu menjadi warna tersendiri. Seorang Ibu pekerja memiliki dua dunia yang berbeda, dimana keduanya tidak bisa dicampur aduk.

Kali ini saya ingin menuliskan hasil wawancara saya dengan seorang Doktor yang berprofesi sebagai dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila Bandar Lampung. Saya lebih suka memanggil Ustadz Heru karena selain menjadi dosen beliau adalah ustadz dengan ilmu yang sangat mumpuni.

Wawancara saya bukan tentang ekonomi atau terkait hal akademi. Tetapi kali ini saya ingin wawancara dengan beliau sebagai seorang ustadz. Masih berkaitan dengan tema Ibu yang saya angkat di awal tulisan ini. Obrolan atau wawancara ini bertema tentang Ibu pekerja dalam pandangan Islam.

Baiklah saya akan tuliskan hasil wawancara saya sore tadi dengan beliau :

Menurut Ustadz bagaimana pandangan Islam terhadap Ibu pekerja?
Dalam Islam sendiri sudah jelas tentang hukum wanita atau Ibu bekerja seperti apa. Ibu bekerja ada dua hal yang perlu di perhatikan:

Pertama adalah kondisi normal. Normal disini artinya adalah seorang Ibu dengan seorang suami yang bekerja dan mencari nafkah memenuhi semua kebutuhan keluarga. Dalam kondisi ini sebaik-baik profesi Ibu adalah menjaga anak-anak dan harta suaminya. Hal ini tercantum dalam Shohih Buchori no hadist 893, 2409, 2558, 2751, 518
8, dan 5200.

Kedua adalah kondisi tidak normal. Kondisi ini misalkan seorang ibu tunggal karena suaminya meninggal, atau cerai. Seorang Ibu tunggal boleh bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Hal ini di perbolehkan daripada Ibu tersebut meminta-minta. Karena dalam islam meminta-minta itu adalah hina sedangkan bekerja itu mulia.

Namun, jika Ibu tunggal tersebut memiliki harta warisan yang cukup untuk biaya kehidupan maka sebaiknya tidak bekerja. Lebih baik mengelola apa yang ditinggalkan oleh suami agar cukup untuk kehidupan. Atau jika menjadi Ibu tunggal karena perceraian dan mantan istri masih mencukupi kebutuhan anak-anak dan mantan istrinya, maka dilarang bagi ibu tersebut untuk bekerja.


Fenomena yang ada saat ini banyak Ibu pekerja padahal mereka jelas memiliki suami. Bagaimana, apakah hal tersebut menjadi haram, makruh, atau halal?

Melihat fenomena yang terjadi saat ini memang jauh berbeda dengan apa yang saya terangkan di atas. Dalam situasi demikian tentu harus ada alasan yang dapat dipertanggung jawabkan kelak di akherat. Jika memilki suami tetapi tetap bekerja dengan niat membantu suami maka diperbolehkan. Tetapi bukan berniat untuk menafkahi keluarga, karena tugas menafkahi adalah kewajiban suami. selain itu izin dari suami tentu menjadi hal utama yang paling penting. Karena izin dari suami adalah keridhoan suami, salah satu syarat masuk surga dalah keridhoan suami. maka ketaatan istri kepada suami ini penting.

Selain niat dan izin dari suami, seorang Ibu yang memutuskan untuk bekerja tidak boleh lalai akan kewajibannya terhadap keluarga. Tugas utama seorang Ibu di rumah tidak boleh terabaikan, karena itu merupakan tugas utama, sedangkan karier adalah tugas sampingan.

Jika ada hak keluarga yang terabaikan, maka ada alasan yang kelak akan menjadi pertanggung jawaban di akherat. Seharusnya ketika Ibu bekerja diluar rumah dapat memberikan manfaat kebaikan yang sama besarnya dengan kebaikannya di rumah. Dalam artian ketika lalai dengan kewajiban dirumah akan menjadi dosa, dan ada alasan kerja nya di luar rumah pun memberi kebaikan atau pahala yang lebih besar dari kewajiban di rumah.

Islam sendiri tidak menyebut dengan kerja tetapi amal yg di dalamnya terkandung  nilai-nilai iibadah. Kerja identik berkaitan dengan upah atau uang. Sedangkan kata amal lebih kepada makna kebaikan, pahala dan terpenting barokah termasuk di dalamnya upah. Ibadah mencakup semua aspek hasil dari amal kebaikan.

Oleh karena itu menurut ustadz Heru seorang wanita yang bekerja diawali dengan niat yang benar dulu baru menghasilkan sebuah hukum dalam islam. Ketika niatnya mencari nafkah sedangkan suami mencukupi kebutuhan maka ini hukumnya haram.

Ibu bekerja diniatkan untuk ibadah membawa manfaat bagi orang lain termasuk keluarga di dalamnya tanpa mengabaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu maka ini boleh.



Adakah rambu-rambu bagi ibu pekerja yang harus diperhatikan ustadz?

Rambu-rambu bagi Ibu pekerja tentu ada dan ini wajib untuk menjadi sebuah pegangan dalam bekerja.

1. Niat
Kembali kepada niat yang sudah dijelaskan oleh ustadz diawal tadi. Harus diniatkan untuk ibadah. Jika niat bekerja hanya karena unag maka yang di dapat hanya uang saja tanpa pahala kenaika dan kebarokahan dari pekerjaannya. Oleh karena itu janagn lupa niatkan untuk Ibadah.

2. Syariat
Pekerjaan yang dipilih hendaknya sesuai syariat, atau norma-norma sosial dalam masyarakat. Jika menimbulkan keburukan maka tinggalkan, contoh jika pekerjaan ini merugikan orang lain seperti rentenir, pelacur, maka harus ditinggalkan karena ini haram.

3. Akhlak
Ibu pekerja harus memiliki akhlak yang baik. Akhlak ini berkaitan dengan cerminan diri seorang Ibu. Seseorang yang akhlaqnya baik maka keyakinannya kuat dan kepribadiannya baik. Contoh memiliki akhlaq yang baik adalah tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang tidak sesuai syariat. Misalkan jika di tempat bekerja dandan menor, centil, sehingga menimbulkan fitnah dengan lawan jenis.

Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang penulis diskusikan dengan ustadz Heru. Sangat mengisnpirasi saya sebagai penulis dan juga Ibu pekerja. Sehingga menjadi sebuah refleksi diri dan evaluasi sudah luruskah niat saya menjadi ibu pekerja.

Adapun pesan yang di sampaikan Oleh ustadz heru “ Setiap Ibu pekerja harus bisa mempertanggung jawabkan pekerjaannya kelak di akherat. Oleh karena itu carilah alasan terbaik kelak ketika di tanya kenapa bekerja.

Pekerjaan yang baik dalah yang akan membawa banyak pahala di akherat. Dimana pekerjaan tersebut membawa dampak baik bagi orang lain. seperti penulis, menulislah hal-hal baik dan menginspirasi orang. Sehingga setiap tulisan yang dibaca orang akan mendapat kebaikan dan manfaat sehingga bisa menjadi salah satu jalan pahala di akherat kelak.

Kerja dengan niat ibadah saja tidak cukup tetapi harus ada pembuktian. Buktikanlah dengan ucapan dan perbuatan. Lakukan setiap pekerjaan dengan baik, dan ikhlas sesuai dengan niat Ibadah bukan sekedar upah.

Demikian hasil wawancara dengan ustad Heru Wahyudi. Rasanya tidak habis-habis ingin bertanya dengan beliau. Wawasan yang luas cara bicara yang menyenangkan tanpa usur menggurui membuat saya betah berdiskusi dengan beliau.

27 komentar:

Winarto Sabdo mengatakan...

ini masih kurang detil yaaa... kalau uni real wawancara, siaoa nama narasumber/ustadznua, dimana lokasi wawancaranya. kalumat.pengajuan.pertanyaan, apakah tidaknseharusnya diakhiri tanda baca? maaf kalau salah...

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Belum dilengkapi biodata siap dengan edit pak. Trims masukannya

Ezza Echa Tania mengatakan...

Mantap closingannya

Perjalanan Ibuknda Alula mengatakan...

Bener mbak.. Diniatkan supaya bermanfaat untuk orang lain bukan sekedar uang..

Ludyah Annisah mengatakan...

Dan apapun itu, selagi diniatkan sebagai ibadah maka insya Allah pahala siap menanti, begitupun juga dengan ibu yg bekerja, semangaaat buuuk ๐Ÿ˜„

Sekolah kehidupan mengatakan...

Terimakasih sharingnya mbak ika, mengingatkan saya ini

Rohmah Park mengatakan...

Ilmu baruuu...

Evita FL mengatakan...

Terima kasih sudah sharing tentang topik ini mba. Tuntutan kebutuhan hidup semakin banyak membuat para perempuan pun memutuskan untuk bekerja. Dilema...

Felicity Flo mengatakan...

Mungkin sebaiknya disesuaikan dengan perkembangan zaman juga

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Betul sekali mbak.

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Mengingatkan kita Bu yang punya anak perempuan. Banyak orangtua yg merasa gagal karena anak perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga.

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Betul sekali niatkan semua untuk amal kebaikan biar dapat surga

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Siiip

Unknown mengatakan...

Aku suka tulisannya

muhammadjr mengatakan...

mantap ustad....

Nimas Achsani mengatakan...

Nice mbak materinya

admin mengatakan...

Keluarga tetap nomor satu ya Um

Unknown mengatakan...

Sekarang banyak emak strong๐Ÿ’ช๐Ÿ’ช๐Ÿ’ช๐Ÿ’ช keluarga juga terjamin

Hardiani Rahmania mengatakan...

Jadi penyemangat nih..

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Makasih mbak

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Terimakasih mbak farah

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Terimakasih mbak

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Ya tugas ibu no 1 karier itu dampingan

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Kudu stronge

ummuarrahma@gmail.com mengatakan...

Alhamdulillah

Anisa mengatakan...

Wah bener banget tuh ya. Terima kasih informasinya sangat bermanfaat

Djangkaru Bumi mengatakan...

Saya sangat sependapat dan setuju dengan apa yang terurai atau disampaikan artikel diatas. Antara dalam keadaan normal dan tidak normal, dalilnya sangat kuat sekali.

Ibu Pekerja Dalam Pandangan Islam

Ibu adalah salah satu subjek yang menarik untuk dibahas. Menggali kisah seorang ibu tentu sangat luas bahkan tiada henti. Kiprah s...